Kamis, 21 Januari 2010

analisis novel perempuan keumala

PEREMPUAN KEUMALA

KAJIAN INI UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA

KULIAH JENDER DALAM SASTRA PADA

SEMESTER AWAL 2009/2010

NAMA : INDAH NURFADHILAH UTAMI

NIM : F21107097

JURUSAN : SASTRA INGGRIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU BUDAYA

MAKASSAR

2009

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sebenarnya masalah gender merupakan suatu ideologi yang melekat pada masyarakat yang dikonstruksikan secara sosial dan kultural sehingga menimbulkan perbedaan fungsi, peran, dan tanggung jawab berdasarkan jenis kelamin. Perbedaan gender yang terjadi melalui proses yang sangat panjang dan didukung institusi sosial yang ada dalam masyarakat menyebabkan perbedaan hak, peran, dan status dalam relasi gender. Oleh karena itu, dalam relasi gender ada pihak yang dirugikan, terutama gender perempuan. Persoalan gender tak akan muncul apabila perbedaan-perbedaan gender berjalan selaras sehingga antara gender laki-laki dan perempuan dapat saling melengkapi dan menghargai. Persoalan muncul ketika ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam relasi gender telah melahirkan ketidakadilan terhadap perempuan. Implikasi lebih luas dari ketimpangan gender adalah perempuan banyak kehilangan hak dan kebebasannya dalam mengambil setiap keputusan baik itu yang menyangkut dirinya sendiri maupun masyarakat.

Perempuan dan laki-laki sering dimaknai sebagai sebuah dualitas. Sebagai dualitas, kedua agen; perempuan dan laki-laki; sering berada dalam posisi yang berhadap-hadapan, dengan laki-laki sebagai pihak yang dominan. Ataupun kalau tidak berhadapan, dalam pelbagai kejadian di tengah-tengah masyarakat, perempuan sering berada dalam posisi yang tak diuntungkan dibandingkan dengan laki-laki.

Secara kualitatif barangkali belum tentu seorang laki-laki lebih unggul dari perempuan dalam sebuah bidang, atau bahkan bisa jadi sebaliknya, perempuanlah yang lebih hebat dari laki-laki. Tetapi cara pandang dalam masyarakat yang sudah mengakar bahwa perempuan adalah makhluk yang lebih rendah derajatnya dari laki-laki menyebabkan tertutupnya pelbagai kesempatan bagi kaum perempuan. Secara historis—atau mungkin mistis—pendapat bahwa perempuan adalah mahkluk yang lemah, dan karenanya harus dilindungi oleh laki-laki, mendapatkan pembenaran dari keyakinan bahwa perempuan pertama, Hawa, diciptakan dari tulang rusuk lelaki pertama, Adam. Tulang rusuk, sesuatu yang tempatnya di bawah ketiak.

I.2. Batasan Masalah

. batasan batasan masalah dalam hal penelitian novel ini dapat dirumuskan sebagai berikut,

1) bagaimanakah bentuk-bentuk perjuangan seorang wanita dalam menghadapi hidupnya

2) Dapatkah sebuah kematian orang tercinta membelokkan jalan kehidupan seorang perempuan? Menjadikan sebuah ketegaran untuk membela kaumnya, para janda….

3) Bagaimanakah sosok Laksamana Keumalahayati yang ingin meneriakkan semangat perjuangan kaum wanita, dia yang ingin membuktikan bahwa wanita pun bias menjadi pemimpin dan kaum pria tidak boleh menganggap remeh hal itu.

4) Bagaimanakah Sejarah Aceh membuktikan bahwa perempuan bukanlah makhluk tak berdaya. Perempuan Aceh memiliki keberanian yang tinggi. Mereka membuktikan, perempuan bukan makhluk lemah dalam mempertahankan cita-cita, agama, dan hak asasinya.

5) Benarkah demikian adanya? Benarkah perempuan adalah makhluk yang lemah, harus dilindungi? Nir-perlawanan? Atau jangan-jangan tidak seperti itu, justru karena kelihaian mereka, perempuan punya cara sendiri dalam melakukan perlawanan yang tidak mudah untuk dideteksi?

I.3. Tujuan Penulisan

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran perjuangan seorang janda perang yang menjadi seorang laksamana dan memimpin ribuan pasukan yang semua janda, proses pembuktian terhadap kaum lelaki yang berusaha menghabisinya sangatlah berat dapi keumala hayati tetap tegar dengan prose situ. Secara khusus, penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Dan berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas maka saya membuat penelitian ini untuk mengetahui beberapa hal diantaranya, pembuatan tulisan ini bertujuan untuk memenuhi mata kulia gender dan penelitian ini untuk memenuhi pemahaman akan mata Kuliah jender dalam sastra pada Semester awal 2009/2010. Hal yang kedua adalah, kita dapat mengetahui bentuk-bentuk perjuangan seorang wanita dan membuktikan bahwa perempuan pun sebenarnya tidak boleh diremehkan pembuktian ini ada dalam novel Perempuan Keumala.

Selain itu, novel ini mengkaji dari sudut pandang gender memperhatikan seorang keumala hayati yang begitu kuat menghadapi hidup sepeninggal suaminya. Dengan begitu kita bias bercermin banyak dari apa yang dialami oleh keumalahayati.

Sudah saatnya bila kesetaraan antara laki-laki dan perempuan menjadi perpektif dlam kehidupan. Bangkitlah dari lelap, tegaklah dalam kebersamaan dan melangkahlah beriringan wahai perempuan Indonesia.

II. PEMBAHASAN

II.1. Ringkasan Cerita

Novel ini awal ceritanya langsung mempertemukan kita pada situasi genting dimana seorang perempuan yang begitu tergila-gila dan sangat terobsesi pada seorang laksamana wanita pertama didunia yang bernama keumalahayati tiba-tiba pingsan dan berada dalam kondisi yang kritis dan hanya berhasil mendapatkan perawatan di sebuah rumah sakit yang kebetulan bernama malahayati juga. Tiba-tiba terjadi semacam flash back dan muncul dengan sangat manis, sosok keumalahayati, dimana seseorang berkisah tentang apa yang dialaminya dalam tidur panjang tak berkesudahan seperti mimpi.

Prolog dalam cerita ini menggambarkan pengalaman Hira, seorang pekerja sosial yang sedang bertugas di Nanggroe Aceh Darussalam pasca bencana. Kekagumannya pada pahlawan perempuan Keumalahayati membuatnya ingin menggali lebih jauh siapa sosok perempuan itu. Keprihatinan atas kurangnya penghargaan generasi muda saat ini kepada Laksamana Malahayati, membawanya masuk dalam kehidupan Laksamana perempuan itu.

Cerita dalam buku ini dimulai sejak Keumalahayati masih menjalani pendidikan di tempat belajar militer kerajaan yaitu Mahad Baitul Maqdis. Tempat inilah yang mencetak para perwira tangguh yang memperkuat pertahanan Kerajaan Aceh Darussalam. Di tempat belajar ini pulalah Keumalahayati bertemu dengan Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief taruna senior yang kemudian menjadi suaminya.Setelah lulus dari tempat pendidikan militer tersebut, keduanya menikah dan mereka mengabdikan diri menjadi pejabat tinggi kerajaan.

Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief menjadi Panglima Armada Selat Malaka dan Keumalahayati menjadi Komandan Protokol Istana. Perang bersama Portugis di Laut Haru, Selat Malaka tak digambarkan detail. Tapi disitulah kisah hidup Keumala direkatkan pada jalan perang. Tuanku Mahmuddin shyahid saat membela Sultan. Keumala janda.

Kisah sepak terjang keberanian Keumalahayati di kerajaan Darud Donya Darussalam berawal dari kematian suaminya yang tewas dalam pertempuran di teluk Haru. Tak lama setelah kematian suaminya, Keumalahayati harus lagi mengalami cobaan yang disebabkan oleh penculikan putri tunggal tercintanya yang dilakukan oleh sesama petinggi kerajaan.Sejalan dengan malapetaka yang terus menerus menderanya, membuat Keumala tak mampu untuk menjalankan tugas dengan baik. Hal ini disebabkan karena kekacauan yang terjadi di tanah nanggroe, baik dari luar kerajaan, antara lain karena para orang kaya yang bersekutu dengan Portugis pendatang yang hanya mencari keuntungan diri sendiri, maupun dari dalam lingkungan kerajaan, yaitu rencana kudeta yang akan dilakukan oleh Sultan Muda, putra Baginda Sultan sendiri.

Pada masa-masa kesedihannya inilah yang membuat Keumala seakan menjadi putus asa, dan situasi ini dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan untuk melenyapkan Keumala. Mereka mengirimkan mantera Tapak Tuan (mantera yang membuat orang menjadi tak berdaya) agar Keumala dipecat dari Kerajaan. Namun Keumala adalah seorang yang kuat, baik secara fisik maupun keimanan, maka dengan segera mantera yang sempat mempengaruhinya tersebut hilang dan Keumala menyadari keadaan negerinya yang semakin kacau dan carut marut.

Pengkhianatan dan persekongkolan para Orang Kaya telah membuat
jantung kerajaan Darud Donya keropos, digerogot dari dalam dan
ditohokdariluar. Pada kondisi inilah Laksamana Malahayati muncul dengan ide untuk membuat Armada Inong Balee, Pasukan para janda. Pasukan ini terdiri atas janda-janda yang suaminya tewas di medan peperangan. Laksamana Malahayati bercucuran keringat dan mandi perasaian untuk membuat pasukan ini menjadi pasukan tempur yang tangguh.

Berangkat dari rasa tanggung jawab dan rasa kehilangan inilah yang memacunya untuk bangkit berdiri membela negeri sekaligus membela kebenaran, dengan membentuk ARMADA INONG BALEE (Armada janda) yang semuanya terdiri dari kaum perempuan yang telah menjadi janda, karena suami-suami mereka tewas dalam pertempuran di teluk Haru, yang juga menewaskan suami Keumalahayati.

Selama memimpin Armada Inong Balee, Keumalahayati telah mampu unjuk gigi dengan melenyapkan siapa saja yang berani melawan daulat (perintah) Baginda Sultan. Seluk beluk kehidupan kekacauan yang disebabkan oleh intrik-intrik yang terjadi di Kerajaan Aceh Darussalam justru semakin membuat Laksamana Keumalahayati menjadi sosok manusia yang tegar, tangguh dan seakan tanpa hati. Sementara jauh dibalik semua itu, ia tetaplah seorang manusia biasa, perempuan biasa, yang juga memiliki kasih, memiliki cinta dan memiliki naluri seorang ibu.

Nanggroe adalah perang yang nyaris abadi sejak lama. Keumala menjadi kepercayaan sultan dan lahirlah Armada Inong Balee yang dipimpinnya sendiri. Pasukan berasal dari para janda yang suaminya meninggal bersama Mahmuddin. Jadilah Laksamana Keumalahayati sebagai perempuan perkasa yang memimpin perang, menghibur para janda, berlatih bersama, menghitung strategi sampai kepada mengirimkan mata-mata untuk menelusuri pedagang-pedagang curang di sepanjang Selat Malaka.

Cerita dalam novel ini ditutup dengan perkelahian sengit antara Laksamana Keumalahayati dengan pendatang Belanda pertama di Nusantara yaitu Cornelis De Houtman dengan kemenangan berada di pihak Laksamana Keumalahayati. Ia berhasil membunuhnya melalui pertempuran satu lawan satu diatas geladak kapal.Dalam Epilog digambarkan keprihatinan Laksamana Malahayati terhadap Nanggroe Aceh Darussalam yang saat ini seakan telah porak poranda, sejak konflik hingga bencana besar gempa bumi dan tsunami yang telah membuat sendi-sendi kehidupan seakan luluh rantak. Melalui titian waktu sosok Laksamana Keumalahayati ingin meneriakkan semangat perjuangan kepada seluruh manusia yang seakan tertidur dalam tenang, sementara kehidupan tetap harus diperjuangkan.

II.2. Riwayat Hidup Pengarang

Dua tahun waktu yang dibutuhkan Endang untuk melahirkan novel ini. Banyak fakta sejarah yang kemudian ditata secara apik. Banyak pula pelajaran tentang peranan perempuan yang ia peroleh.

Nama wanita paru baya ini adalah Endang Moerdopo. Nama belakang itu nama orang yang mengukir hidupnya kedunia,, ayahnya. Dia lahir tanggal 5 April 1968 di Yogyakarta. Menyelesaikan SD hingga SMA di St Ursula Jakarta, meneruskan study di Fisip Universitas Indonesia. Kemudian mengambil S2 di almamater dan fakultas yang sama. Sekarang ia dipercaya sebagai Ketua Jurusan Public Relation di UIEU. Sebelumnya ia pernah kerja sebagai Marketing Manager di AMMA Indonesia, ELS Language Center, bahkan ia pernah terlibat program Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR di Aceh pasca Tsunami, sekaligus menyusun thesis S2.

Wanita yang satu ini punya kegemaran lain di bidang kesenian, yakni menari dan menulis. Di bidang menari, ia dipercaya sebagai Wakil Ketua Kelompok kesenian Puri Gita Nusantara - yang diketuai Pak Permana Agung. Di dunia sastra, sudah beberapa tulisan yang berhasil ia hasilkan. Terakhir ia sedang menyelesaikan novel tentang seorang pahlawan perempuan Aceh. Nyanyi? jelas suka.... meski sebatas di kamar mandi. Traveling, baca buku, nonton pementasan, beberapa dari bagian kesenangan wanita yang satu ini. Wanita ini juga hobi nonton film komedi dan kartun di waktu senggang ia senang medengar kan music dan membaca buku sejarah maupun sastra.

Ii.3. Analisis Isu Keperkasaan Seorang Laksamana Perang Wanita Pertama Didunia.

Novel berjudul Perempuan Keumala (PK) ini menampilkan sosok perempuan yang lain dari biasanya. Sosok seorang Laksamana Keumalahayati yang sama sekali jauh dari kesan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, makhluk nomor dua, makhluk yang hanya bias manut terhadap semua perintah kaum lelaki. PK adalah sebuah novel berdasarkan riset sejarah selama kurang lebih dua tahun. Merupakan novel biografis Laksaman Keumalahayati, yang mungkin hingga sekarang merupakan satu-satunya lakasaman perempuan yang pernah ada di dunia.

Cerita dibuka dari perspektif seorang aktivis perempuan bernama Hira, yang terlibat dalam pekerjaan bersama sebuah organisasi non-pemerintah pasca Tsunami yang melanda Aceh pada penghujung tahun 2004. Hira adalah seorang Perempuan modern dari luar Aceh. Ia merokok. Ia juga berani mengambil inisiatif menyium pacarnya. Hira sangat terobsesi dengan tokoh Laksamana Keumalahayati. Tokoh wanita ini megitu menginspirasi dirinya. Dengan teknik bercerita yang sangat bagus, penulis menggunakan alam imajinasi Hira yang sedang sakit untuk menjadi pintu masuk baginya bercerita tentang Keumalahayati pada bagian-bagian selanjutnya dari novel ini.

Diceritakan, seorang malahayati adalah wanita yang Kecantikannya telah membuat para taruna laki-laki jatuh hati ketika melihatnya pertama kali. Selain itu, Keumalahayati adalah seorang siswi yang sangat berbakat, ia sangat ahli dalam pelbagai keterampilan yang diajarkan kepada para taruna di pusat pelatihan militer yang kebanyakan adalah kaum lelaki. Dalam hal ini kita bias melihat bahwa keumalah hayati seolah menjadi sebutir mutiara diantara pasir, ia menjadi sosk yang begitu bersinar dikalangan lelaki disekitarnya. Keumalahayati menjalaninya seperti perempuan apa adanya. Menjadi Ibu rumah tangga yang tinggal di rumah ketika sang suami bertempur. Keumalahayati menjalani fungsi dan kodratnya ketika kemudian Titik balik terjadi. ketika sang suami mati di medan pertempuran dalam rangka menyelamatkan Baginda Sultan.

Setelah ia menjadi seorang laksamana menggantikan sang suami, disinilah ketidak adilan mulai ditujukkan oleh kaum pria. Mereka menujukkan sikap bahwa bagaimana bias seorang wanita sudah janda pula bias memimpin pasukan yang ribuan dan semuanya adalah kaum lelaki. Terutama para taruna laki-laki yang merasa Keumalahayati, janda itu, tidak bisa berbuat apa-apa demi keamanan Selat padahal mereka belum mendapatkan bukti apaapap tentang sosok keumalahayati dalam memimpin. Salah seorang Taruna yang iri hati itu kemudian mengirimkan mantra Tapak Tuan kepada Keumalahayati. Dalam hal ini kita bias melihat, sosok keumalahayati begitu tegar menghapadi cobaan, ia menjadi sangat sabar menghadapi akibat dari mantra, akibat dari kepergian suaminya dan status baru yang disandangnya, janda saat bersamaan ia juga harus menghadapi cemoohan cacian dan makian dari para orang –orang ‘kaya’ yang sama sekali tidak rela jika laksamana perang nantinya adalah wanita. Belum lagi ketika anaknya diculik. Tapi disinilah kita bias melihat bagaimana seorang waita yang katanya lemah justru bias membukitkan bahwa apapun yang terjadi dihidup ini pasti bias dihadapi jika hati kita lapang. Dan malahayati menunjukkan kelapangan hatinya yang seluas samudra dan kemudian ia bangkit ia membuktikan pada sang raja bahwa ia, keumalahayati bias memimpin dan pantas menyandang kata laksamana.

Kebangkitan kaum wanita dalam cerita ini sangat bias kita fokuskan pada proses pembentukan innong balle. Lascar perang wanita yang semuanya adalah para janda korban perang dan lascar inilah yang bertugas menjaga perairan Darussalam. Begitu membanggakan. Laksamana keumalahayati yang menjadi laksamana wanita pertama didunia, bahkan mungkin satu-satunya didunia berhasil mengumpulkan ribuan janda perang, melatih mereka dengan bekal yang pernah ia dapatkan di dunia militer serta tetap tidak mengabaikan tugas dan kodrat mereka sebagai seorang ibu dari anak-anak mereka. Sungguh tokoh yang sangat tangguh, gagah perkasah, bahkan sempat dikatakan tak berhati tapi sesungguhnya ia bukannya tak berhati. Tetapi ia berusaha berfikir realistis menunjukkan kebijaksanaannya dan otoritasnya sebagai seorang laksamana hingga kaum lelaki dari kalangan tentara dan taruna merasa terpojok. Padahal disatu sisi mereka merasa iri bagaimana mungkin wanita yang dulunya dianggap lemah tak berdaya bias sekuat itu setangguh itu bahkan bias dikatakan ia selah olah merupakan wanita aceh yang perkasa dan ia menjadi bukit bahwa perempuan bias menjadi sosok yang jauh lebih baik dari[pada pria jika ia diberi kesempatan, bukan malah mengekang kebebasan kaum wanita, membiarkan ekspresinya mndeg ditengah jalan.

Meski pasukan ini sempat direcoki oleh pelbagai perhiasan dan pernak-pernik perempuan, seperti jilbab, anting dan gelang kaki, yang harus mereka kenakan sekalipun ketika bertempur, pada akhirnya pemimpin Armada inilah, Laksamana Keumalahayati bias mengatasi semua masalah itu, dengan jatuh bangun bercucuran keringat dan air mata serta kerinduan dan asa yang berkarat untuk sang suami dan putrid tercinta. Ia hanya bias menagis di dalam hati, tetap menjadi sosok tegar saat tampil dengan nama laksamana keumalahayati.

Dalam sebuah pertempuran satu lawan satu, de Houtman, yang sebenarnya secara fisik lebih kuat dari Keumalahayati, lebih tertarik memeluk paksa sang Laksamana dari belakangan dan mencium—secara paksa pula—tengkuknya yang putih. Kejantanannya berdenyut ketika dalam posisi rapat dengan janda cantik itu. Lengah terhadap musuh akibat birahi yang terbakar, de Houtman baru sadar setelah tiba-tiba Keumalahayati mencabut belati dan menikam perutnya. Ternyata kelemahan pelaut Belanda itu justru terletak pada kejantanannya.

Lebih jauh, dari PK kita dapat melihat gambar yang terlupakan, bahwa realitas, bukanlah sebuah realitas yang sudah jadi, tetapi ia adalah realitas yang menjadi dan terus-menerus mengalir dalam ruang-waktunya. Sejarah Aceh membuktikan bahwa perempuan bukanlah makhluk tak berdaya. Perempuan Aceh memiliki keberanian yang tinggi. Mereka membuktikan, perempuan bukan makhluk lemah dalam mempertahankan cita-cita, agama, dan hak asasinya. Mereka juga tak melupakan tugas utama sebagai ibu yang melahirkan anak-anak negeri penerus perjuangan.

Berangkat dari perjuangan yang telah dilakukan oleh perempuan pada masa lampau, maka dapat dikatakan bahwa perempuan Aceh memiliki keberanian yang tinggi. Mereka membuktikan bahwa perempuan bukan mahluk lemah dalam mempertahankan cita-cita, agama dan hak asasinya, walaupun tidak melupakan tugas utama kodrat mereka sebagai ibu yang melahirkan anak-anak negeri penerus perjuangan. Hal inilah yang penting untuk disosialisasikan kepada perempuan pada saat ini, khususnya bagi perempuan Aceh dan bagi para perempuan di seluruh Indonesia pada umumnya. Dengan demikian jelaslah bahwa perjuangan perempuan telah dilakukan sejak jaman dahulu kala. Hal ini dibuktikan dari adanya sejarah yang bukan hanya untuk dikenang, tetapi dapat dijadikan sebuah semangat untuk membangun jiwa perempuan yang kuat dan berkarakter.Novel pertama berjudul Perempuan Keumala (PK), karangan Endang Moerdopo yang diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 2008. novel ini menjadi menarik karena pertimbangan perkembangan Agama Islam di daerah-daerah yang terdapat dalam masing-masing novel tersebut. PK mengambil setting lokasi di Aceh, sebuah daerah yang kita tahu menjadi tempat-tempat awal terjadinya drama perkembangan Islam di nusantara dan sekarang ini merupakan sebuah daerah yang memberlakukan perda syariah.

Dari bumi Aceh sepanjang abad sepanjang sejarah telah banyak terlahir wanita-wanita perkasa,Ratu-ratu yang memerintah kerjaan Aceh Darussalam,Laksamana tangguh yang memimpin armada laut wanita ,pahlawan-pahlawan dari jaman kerajaan hingga jaman kemerdekaan yang dalam sejarah dunia sekalipun sulit dicari perbandingannya.

III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan

· Karakter yang menjadi center dalam novel ini adalah laksamana keumalahayati yang menjadi seorang laksamana wanita pertama didunia dan berusaha membuktikan pada kaum pria disekitranya bahwa meskipun ia seorang janda, ia bias menjadi seseorang yang tangguh bahkan terhitung tak berhati.

· Penulis mengakhiri kisah dengan perkelahian melawan pedagang dari Belanda. Cornelis de Houtman, orang yang dalam sejarah disebut sebagai Belanda pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Jawa. Dia mati setelahnya di tangan Keumala dalam sebuah pesta di Laut Krueng Raya.

· Berangkat dari perjuangan yang telah dilakukan oleh perempuan pada masa lampau, maka dapat dikatakan bahwa perempuan Aceh memiliki keberanian yang tinggi. Mereka membuktikan bahwa perempuan bukan mahluk lemah dalam mempertahankan cita-cita, agama dan hak asasinya, walaupun tidak melupakan tugas utama kodrat mereka sebagai ibu yang melahirkan anak-anak negeri penerus perjuangan. Hal inilah yang penting untuk disosialisasikan kepada perempuan pada saat ini, khususnya bagi perempuan Aceh dan bagi para perempuan di seluruh Indonesia pada umumnya. Dengan demikian jelaslah bahwa perjuangan perempuan telah dilakukan sejak jaman dahulu kala.

·

III.2. Saran

· Perempuan Keumala menjadi penting karena inilah novel sejarah yang menulis tentang Laksamana Perempuan pertama Aceh itu. Endang menyuguhkan fiksi yang dicampur kisah sejarah di dalamnya. Membacanya adalah membaca perempuan Aceh yang gagahperkasa.

· Alur cerita pas, tapi penulis sedikit berpretensi ketika menjadikan Keumala tokoh yang berani menghadapi segala tantangan. Pengecutnya digambarkan manusiawi dan magis, dan hanya sedikit, ketika anaknya diculik. Dia diguna-gunai dengan mantra Tapak Tuan dan setelah lepas, Keumala melesat tanpa cacat.

· Lainnya, Perempuan Keumala menyuguhkan sebuah dialog-dialog yang kadang panjang dan membosankan. Percakapannya kurang makna, berlebihan di deskripsi alam dengan laut dan daratannya, tokoh dengan pakaian dan lakonnya serta suasana yang dibuat-buat, kadang terbaca tak indah lagi.

· Tapi apapun, Endang telah menulisnya untuk Nanggroe, sebagai bahan renungan generasi depan. Bahwa perempuan Keumala pernah ada dalam bingkai pikiran kita. Merawatnya adalah tradisi, mengingatkan perempuan kita, telah jaya sejak silam, dalam fiksi ataupun nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar